Kamis, 15 Desember 2011

Dia Lebih Tegar dariku



Di sudut kamar kontraanku yang baru, kuberanikan diri membuka lagi memoriku, memulai kata-kataku dan menuangkannya di sini. Sudah lama aku menghilang dari tulisanku, mencoba menghindar dari aktivitas menulis blogku karena setiap kali aku ingin memulai selalu teringat kembali kesedihan dan dukaku, namun malam ini aku akan memberanikan diri untuk memulainya kembali.
Ada banyak orang yang ada di fikiranku saat ini, tapi ada satu orang yang begitu aku menghawatirkannya, dia adalah adikku Rizki. Terbesit olehku masa indah saat kecilku dulu, dari usia balita sampai ABG aku dibesarkan penuh perhatian dari Bapak dan Ibuku, setiap hari kulewati dengan penuh kebersamaan bersama mereka namun berbeda dengan yang dialami Rizki adekku. Di usianya yang sangat muda Ia menjalani hari-harinya tanpa Bapak yang begitu Ia sayangi.



Jauh sebelum Bapak berpulang, Rizki adalah anak Bapak yang paling dekat dengan Almarhum. Tiada hari tanpa mereka berdua. Setiap aktivitas selalu ia ceritakan pada Bapak, dari hal sepele sampek yang ribet sekalipun Ia ceritakan. Jalan-jalan berdua kemana mana berdua. Bahkan saat Rizki kecil dulu (sekitar usia 3-5 tahun) dia susah tidur kalau ga ditemani Bapak.
Sekarang semuanya berbeda drastis, semenjak Bapak berpulang semuanya serba mandiri. Rizki menjadi lebih mandiri dari sebelumnya, jika dulu setiap pulang ngaji Bapak selalu jemput dia, sekarang ada ataupun gak ada yang jemput gak masalah baginya dan ia tetap ngaji. Jika dulu ia selalu bercerita tentang semua aktifitasnya pada Bapak, sekarang ia ceritakan semua yang ia rasakan pada sebuah buku pemberian Bapaknya. Ia tulis kerinduan yang berada di hatinya, ia tulis doa yang ia panjatkan untuk bapaknya. Jika saat kecil dulu aku sering menangis gak jelas, berbeda dengannya, Rizki jauh lebih tegar, tak pernah sekalipun aku melihatnya merengek atau menangis.
Ya Allah, ingin aku ahiri tulisanku ini karna air mataku tak henti – hentinya menetes saat menulis kisahnya.
Bismillah,
Pernah suatu malam saat aku pulang dari jember, karena aku ikut kereta malam jadi sekitar jam 10.30 baru sampai rumah. Sesampai di rumah, aku tanya Ibu dimana Rizki, ibu bilang sudah tidur dikamarmu. Aku segera ke kamar dan melihatnya tertidur pulas ditemani boneka boneka kesayangannya. Kulihat di meja ada sebuah binder kepunyaannya, tanpa sepengetahuannya aku membuaknya berharap ada sesuatu yang bisa kutemukan di sana. Ternyata benar, mungkin di malam itu sebelum ia terlelap ia tulis segala kisahnya dan segala harapan-harapannya. Aku tak kuasa saat ku baca “Aku kangen Bapak, Ya Allah ampunilah Bapakku dan berikanlah Ia Surgamu”, tak berani aku lanjutkan dan segera ku tutup bindernya.
Ya Allah,,,
Yang memberi hidup, cinta, nafas, rezki, keluarga, teman dan semuanya ini...
Ampunilah dosa kami, Berikan kami selalu kekuatan, iman dan Ikhlas. Agar hati kami tenang dan damai. Cukupkanlah Engkau bagi kami, bagi penolong hidup kami, kami Ikhlaskan Ia dalam perlindunganMU di sana. Berikan Ayah kami tempat terindah di Surgamu ya Allah.. amien.

Ternyata untuk menulis beberapa paragraf saja begitu sulit dan sakit sekali rasanya juga menghabiskan berlembar lembar tisu, kuputuskan untuk mengahiri dulu tulisanku malam ini. Hmmm ini hanya sebagai ungkapan isi hati, berharap sedikit demi sedikit beban yang ada di hatiku berkurang.

Always Love You
Galuh, 15 Des’ 11